Tuesday, April 30, 2013

MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP



MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP

 

Secara sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengcrtian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah dan kebudayaan.
Istilah IBD dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanities yang berasal dari istilah bahasa Inggris “The Humanities’. Adapun istilah Humanities itu sendiri berasal dari bahasa Latin Humanus yang bisa diartikan manusiawi, berbudaya dan halus (fefined). Dengan mempelajari The Humanities diandaikan seseorang ‘akan bisa mcnjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Secara demikian bisa dikatakan bahwa The Humanities berkaitan dengan masalah nilai-nilai, yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar. manusia bisa menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu The Humanities di samping tidak mehinggalkan tanggung jawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Kendatipun demikian, Ilmu Budaya Dasar (atau Basic Humanities) sebagai satu matakuliah tidaklah identik dengan The Humanities (yang disalin ke dalam bahasa Indonesia menjadi: Pengetahuan Budaya).

A.          PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup yang bersifat kodrati, karena menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, dan petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Pandangan hidup banyak sekali macam dan ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu terdiri dari tiga macam:
1.            Pandangan hidup yang berasal dari agama, yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
2.            Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut.
3.            Pandangan hidup hasil renungan, yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan.

Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal, yaitu :
1.      Faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan.
2.      Faktor lingkungan (environment). Lingkungan yang membentuk seseorang merupakan alam kedua yang terjadinya setelah seorang anak lahir. Lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3.      Faktor pengalaman yang khas yang pernah diperoleh. Baik pengalaman pahit yang sifatnya negatif, maupun pengalaman manis yang sifatnya positif, memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu dipergunakan sebagai pertimbangan sebelum seseorang mengambil tindakan.
B.           LANGKAH-LANGKAH BERPANDANGAN HIDUP YANG BAIK
·               Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia yang merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam hal ini mengenal apa itu pandangan hidup.
·               Mengerti
Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri.
Menghayati Dalam menghayati, pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hidup itu sendiri.
·               Meyakini
Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya.
·               Mengabdi
Pengabdian merupakan sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih oleh orang lain.
·           Mengamankan Langkah terakhir yang merupakan langkah terberat dan benar-benar membutuhkan iman yang teguh dan kebenaran dalam menanggulangi segala sesuatu demi tegaknya pandangan hidup itu.

C.          KONSEP NILAI BUDAYA
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.

Nilai budaya menurut beberapa para ahli :

·         Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi  yang  hidup  dalam  alam  fikiran  sebahagian  besar  warga  masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.

·         Clyde Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.

·         Sumaatmadja dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada perkembangan,  pengembangan,  penerapan  budaya  dalam  kehidupan,  berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.

D.          Sistem Nilai
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia. Orientasi nilai budaya adalah Konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang mencakup pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai oleh anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah pokok kehidupan.

E.           ORIENTASI NILAI BUDAYA
Kluckhohn   dalam   Pelly   (1994)   mengemukakan   bahwa   nilai   budaya merupakan  sebuah  konsep  beruanglingkup  luas  yang  hidup  dalam  alam  fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara  fungsional  sistem  nilai  ini  mendorong  individu  untuk  berperilaku seperti  apa  yang  ditentukan.  Mereka  percaya,  bahwa  hanya  dengan  berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan  wujud  ideal  dari  lingkungan  sosialnya.  Dapat  pula  dikatakan  bahwa sistem   nilai   budaya   suatu   masyarakat   merupakan   wujud   konsepsional   dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.

Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah :
1.            masalah hakekat hidup
2.            hakekat kerja atau karya manusia
3.            hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
4.            hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar
5.            hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.

Berbagai   kebudayaan   mengkonsepsikan   masalah   universal   ini   dengan berbagai  variasi  yang  berbeda  –  beda.  Seperti  masalah  pertama,  yaitu  mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan   nirwana,   dan   mengenyampingkan   segala   tindakan   yang   dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan  seperti  ini  sangat  mempengaruhi  wawasan  dan  makna  kehidupan  itu secara keseluruhan.
Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam  masyarakat  yang  mementingkan  kemandirian  individual,  maka  keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi  antara  kedua  pola  yang  ekstrim  itu  yang  dapat  disebut  sebagai  pola transisional.
Meskipun cara mengkonsepsikan lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yang universal itu sebagaimana yang tersebut diatas berbeda – beda untuk tiap masyarakat dan kebudayaan, namun dalam tiap lingkungan masyarakat dan kebudayaan tersebut lima hal tersebut di atas selalu ada.
Selain itu juga, penelitian variasi orientasi nilai budaya tersebut dimaksudkan disamping untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya kelompok – kelompok etnik di Indonesia, tetapi juga untuk menelusuri sejauhmana kelompok masyarakat itu memiliki system orientasi nilai budaya yang sesuai dan menopang pelaksanaan pembangunan nasional.

Kesimpulan :
Manusia merupakan makhluk sosial, yang hidup bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain,manusia tidak dapat hidup sendiri. Oleh sebab itu manusia di ciptakan akal agar dapat berfikir untuk bersikap kebaikan dan terciptalah seperti apa yg ada  di atas. Nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.